BATU BARA, Bundarantimes.com–
Istana Niat Lima Laras kembali menjadi saksi sejarah, tempat di mana suara gendang dan pantun Melayu menggema, Jumat (12/9/2025). Di bawah cahaya matahari senja, Bupati Batu Bara H. Baharuddin Siagian, SH, M.Si, membuka dengan khidmat Gebyar Batu Bara Bertanjak Jilid 6 Tahun 2025.
Acara ini berlangsung selama tiga hari, penuh dengan perlombaan, pertunjukan budaya, dan pameran UMKM lokal yang memperlihatkan semangat dan kreativitas masyarakat Batu Bara. Namun, lebih dari sekadar festival, Gebyar Bertanjak adalah ikrar kebersamaan untuk menjaga warisan dan marwah Melayu.
Tanjak, Lambang Martabat Melayu
Dalam sambutannya, Bupati menegaskan makna tanjak bukan sekadar kain yang dilipat indah di kepala. Tanjak adalah lambang marwah, wibawa, dan martabat bangsa Melayu. Sehelai tanjak menyimpan filosofi: keteguhan hati, kejernihan pikiran, dan keberanian menjaga adat pusaka.
“Tanjak ini bukan hiasan semata. Ia adalah warisan yang membawa nama baik Melayu. Selama tanjak tegak di kepala, maka marwah Melayu takkan pernah rebah,” ujar Bupati.
Sebagai wujud nyata, Pemkab Batu Bara telah menetapkan kebijakan bahwa setiap Jumat seluruh jajaran pemerintahan wajib mengenakan busana Melayu lengkap dengan tanjak. Sebab, dari pakaianlah identitas itu ditunjukkan, dari adatlah martabat itu dijunjung.
Syair Budaya, Suara Hati Melayu
Dalam suasana itu, seakan mengalir syair Melayu yang penuh makna:
Bertanjak tegak menjunjung marwah,
Warisan leluhur janganlah punah,
Di Batu Bara budaya bertuah,
Melayu jaya sepanjang masa.
Adat terjaga, pusaka abadi,
Tanjak di kepala tanda bermarti,
Kalau budaya kita cintai,
Anak cucu hidup berjati diri.
Syair itu bukan sekadar lantunan kata, melainkan pengikat jiwa masyarakat agar tak tercerabut dari akar budayanya.
Istana Niat Lima Laras, Saksi Sejarah Melayu
Bupati bersama Wakil Bupati Syafrizal, SE, M.AP, juga menegaskan komitmen untuk merenovasi dan merawat Istana Niat Lima Laras. Istana ini bukan hanya bangunan, tetapi saksi bisu kejayaan Melayu Batu Bara, tempat marwah dan sejarah bersatu.
“Kami ingin menjadikan istana ini bukan sekadar peninggalan, tetapi pusat budaya dan destinasi wisata yang mengangkat nama Melayu Batu Bara hingga ke mancanegara,” tutur Bupati.
Gebyar Bertanjak, Kebanggaan Bersama
Selama berlangsungnya kegiatan, masyarakat tumpah ruah menyaksikan berbagai pertunjukan budaya, dari tari, musik, hingga perlombaan khas Melayu. Para pelaku UMKM lokal juga turut ambil bagian, membuktikan bahwa budaya bukan hanya soal adat, tapi juga mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
Gebyar Batu Bara Bertanjak bukan hanya pesta tahunan, melainkan cermin kebanggaan kolektif. Di dalamnya ada rasa cinta, ada semangat menjaga pusaka, dan ada tekad agar generasi muda tidak melupakan jati dirinya.
Pesan untuk Generasi Penerus
Kepada masyarakat, Bupati menitipkan pesan: bahwa menjaga tanjak sama dengan menjaga martabat. Bahwa melestarikan adat sama dengan melestarikan harga diri. Dan bahwa selama budaya ini dirawat, orang Melayu Batu Bara akan selalu tegak berdiri di tengah arus zaman.
Seperti bait syair yang menggetarkan jiwa:
Kalau bukan kita siapa lagi,
Kalau bukan kini kapan terjadi,
Warisan Melayu jangan dicaci,
Karena ia penentu marwah diri.