Keberagaman adalah suatu keniscayaan yang ada dalam bangsa dan negara Republik Indonesia, dan sudah berakar sejak Republik ini didirikan. Oleh karena itu menghormati keberagaman juga suatu keniscayaan yang juga perlu dihormati oleh wartawan Indonesia. Namun demikian dalam kenyataannya kita masih melihat keberagaman ini di beberapa tempat menjadi suatu masalah karena tidak dikelola dengan baik.
Alih-alih menjadi berkah, keberagaman kerap dianggap menjadi pemicu masalah sosial yang kerap berakhir menjadi musibah. Terlebih, sikap intoleransi di tengah masyarakat dewasa ini kian meningkat. Dalam isu kebebasan beragama, berbagai pemantauan yang dilakukan beberapa institusi, baik nasional maupun internasional, mendapati kenyataan bahwa negara bukan saja abai tetapi kerap aktif mendukung aksi-aksi perampasan hak asasi terhadap mereka yang dianggap berbeda (liyan).
Setiap orang berhak diperlakukan sama dalam menjalankan agama atau keyakinan dan mengekspresikan dirinya sebagaimana dijamin Pancasila, UUD 1945, dan DUHAM. Pasal 28D menyebutkan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dalam pemberitaannya, pers berkewajiban untuk menghormati hak tersebut, terlepas dari latar belakang agama, etnis, gender, dan lainnya secara adil dan setara.
Pedoman ini merujuk pada Pasal 6 (b) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers1. Wartawan dalam mengawal fakta keberagaman dan kewajiban menghargai kebhinekaan yang artinya adalah melarang merendahkan atau melecehkan perbedaan, termasuk di dalamnya agama, secara jelas telah diatur dalam Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik (KEJ)2.
Konflik-konflik berlatar identitas baik agama, etnis, dan aspirasi politik yang beragam masih kerap terjadi. Pers dalam memberitakan sebuah peristiwa, kerap dihadapkan pada satu situasi yang problematis menyangkut soal-soal sensitif di masyarakat. Selain memberitakan, pers juga memiliki tugas untuk mengedukasi publik.
Pedoman ini diperlukan mengingat Indonesia adalah negeri yang memiliki keberagaman suku, agama, etnis, gender, dan lainnya. Untuk itu pers perlu memiliki sikap hormat terhadap keberagaman yang ada dan sikap tersebut tercermin mulai dari pemilihan ide liputan, pelaksanaan liputan, hingga penulisan isu soal keberagaman tersebut.
Pedoman ini diharapkan menjadi rujukan bagi pers dalam memberitakan isu keberagaman, sehingga pemberitaan pers tidak memuat prasangka, kebencian, dan mengobarkan konflik. Dengan pedoman ini pers dapat berkontribusi bagi penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
1. RUANG LINGKUP
a. Pers Indonesia yang dimaksud dalam pedoman ini merujuk pada institusi media dan individu wartawan
b. Pemberitaaan adalah kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang dilakukan oleh para wartawan dengan berbagai kanal yang tersedia (koran, radio, televisi, media siber, dan lain-lain)
c. Keberagaman adalah segala hal yang terkait dengan perbedaan identitas berdasarkan pandangan keagamaan atau keyakinan, ras, etnis, dan gender.
2. PRINSIP DASAR MASALAH KEBERAGAMAN
a. Pers Indonesia wajib menjunjung tinggi konstitusi dengan menggunakan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), dengan tidak memberi pembenaran pada setiap pelanggaran HAM;
b. Pers Indonesia menempatkan kemanusiaan di atas kepentingan kelompok, baik agama, gender, dan etnisitas;
c. Pers Indonesia menempatkan keselamatan kelompok rentan, dengan tidak menggiring opini dan memanipulasi fakta yang berpotensi memperluas konflik;
d. Wartawan Indonesia mempertimbangkan untuk mengundurkan diri jika meliput hal-hal atau peristiwa konflik yang menyangkut keyakinan pribadinya yang akan menyebabkan bias di dalam menampilkan fakta dalam pemberitaan.
3. PEMILIHAN TOPIK LIPUTAN
a. Pers Indonesia wajib mempelajari latar belakang peristiwa terkait dengan isu keberagaman
b. Pers Indonesia wajib memiliki sensitivitas dan mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi ketika memberitakan isu keberagaman
c. Pers Indonesia wajib menghormati kehidupan pribadi yang tidak berkaitan dengan kepentingan publik terkait dengan peliputan isu keberagaman
4. PEMILIHAN NARASUMBER DALAM LIPUTAN
a. Pers Indonesia wajib memilih narasumber yang kredibel dan kompeten dalam meliput isu keberagaman;
b. Pers Indonesa wajib bersikap kritis terhadap setiap pernyataan narasumber dan tidak menampilkan pernyataan narasumber yang menjustifikasi terjadinya diskriminasi dan kekerasan;
c. Pers Indonesia wajib melindungi identitas korban dan keluarganya sebagai narasumber jika pemberitaan tersebut dapat melanggengkan stigma, diskriminasi dan kekerasan lanjutan bagi yang bersangkutan;
d. Pers Indonesia ketika meliput isu keberagaman tidak menampilkan identitas keluarga pelaku yang tidak terlibat dan tidak relevan dengan kasusnya;
e. Pers Indonesia ketika meliput isu keberagaman wajib melakukan verifikasi ulang jika mengambil bahan pemberitaan dari media sosial.
5. PENULISAN/PRODUKSI PEMBERITAAN ISU KEBERAGAMAN
a. Pers Indonesia tidak menggunakan kata-kata yang merendahkan, menghina, menampilkan stereotipe, menyebarkan prasangka terhadap suatu kelompok
b. Pers Indonesia wajib menjaga akurasi, melakukan verifikasi serta menjaga keberimbangan dalam memberitakan isu keberagaman
c. Pers Indonesia tidak mengedepankan sensasi dalam membuat judul berita serta mempertimbangkan dampaknya
d. Pers Indonesia wajib memastikan judul berita mencerminkan isi dalam pemberitaan isu keberagaman
e. Pers Indonesia wajib berhati-hati dalam memberikan atribusi yang tepat dan relevan serta dengan persetujuan narasumber
f. Pers Indonesia wajib melindungi identitas anak-anak yang terkait dalam konflik keberagaman;
g. Pers Indonesia tidak menggunakan kutipan yang berisi ujaran kebencian;
h. Pers Indonesia tidak menggunakan kata atau istilah yang mendorong kebencian dan menghindari pelabelan negatif yang bisa memicu konflik, seperti “sesat”, “kafir”, “menyimpang”, “tobat”, “pribumi”, “normal” dan sejenisnya;
i. Pers Indonesia tidak melakukan siaran langsung (live report) peristiwa yang berpotensi mengandung kekerasan, ujaran kebencian dan mengobarkan permusuhan;
j. Pers Indonesia wajib menyebutkan keterangan waktu dan tempat yang jelas saat menampilkan gambar dari arsip;
k. Pers Indonesia wajib tidak menampilkan foto, video, audio dan grafis yang menggambarkan kesadisan (darah, jenazah, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya)
l. Pers Indonesia wajib menyampaikan ralat jika terjadi kekeliruan pemberitaan sebelumnya dengan memberikan keterangan yang jelas m. Pers Indonesia wajib menghormati hak jawab dari narasumber sesuai dengan peraturan Dewan Pers tentang prosedur hak jawab
6. KOMENTAR ATAS PEMBERITAAN DAN USER GENERATED CONTENT
a. Pers Indonesia bertanggung jawab atas komentar-komentar terhadap berita yang ada pada kanal-kanal internal dan akun media sosial yang dimilikinya;
b. Pers Indonesia bertanggung jawab memastikan agar komentar atas berita atau user generated content tidak menjadi ajang untuk penghakiman atau penghujatan atas kelompok-kelompok tertentu.
c. Pers Indonesia wajib menyediakan mekanisme yang memastikan penghapusan komentar-komentar yang dianggap berisi ujaran kebencian, dilakukan dengan hati-hati, proporsional dan memberikan kemungkinan kepada pengguna untuk melakukan pembelaan.
Pengusul
PEDOMAN PEMBERITAAN ISU KEBERAGAMAN
Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman ini diusulkan bersama-sama oleh lembaga di bawah ini untuk selanjutnya diserahkan ke Dewan Pers untuk dibahas dan disahkan.
Jakarta, 28 Desember 2021
1. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk)
Nama : Ahmad Junaidi
Jabatan : Direktur
2. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Nama : Sasmito Madrim
Jabatan : Ketua Umum
3. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
Nama : Herik Kurniawan
Jabatan : Ketua Umum
4. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)
Nama : Wenseslaus Manggut
Jabatan : Ketua Umum
_______________________________
1Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : b). Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan.
2Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.