BATU BARA, Bundarantimes.com – Di bawah naungan langit senja yang memeluk hangat Desa Sei Bejangkar, deru riuh tawa dan percakapan ramah warga mengalir di antara kerumunan. Siang itu, di tengah nuansa syukur yang terasa meresap, Baharuddin Siagian, sosok yang kini tengah menjadi sorotan masyarakat, menggelar kenduri kampung.
Di hadapan ribuan warga dari empat desa—Desa Sei Bejangkar, Perkebunan Sei Bejangkar, Suka Rame, dan Suka Rejo Kecamatan Sei Balai, Baharuddin, bersama pasangannya, Syafrizal, hadir bukan hanya sebagai calon pemimpin, tetapi sebagai anak desa yang pulang ke kampung halamannya.
Kenduri ini bukanlah sekadar pesta politik atau ajang kampanye biasa. Kenduri ini, bagi Baharuddin, adalah wujud syukur atas segala berkah yang ia terima selama perjalanan hidupnya.
“Saya lahir dan besar di kampung ini,” ujar Baharuddin dengan suara bergetar penuh haru. Matanya menatap rumah tua yang masih berdiri kokoh di tengah desa, saksi bisu masa kecilnya.
“Orang tua saya masih sehat, meski usia telah menua. Saya sangat bahagia bisa berkumpul dengan warga di sini. Doakan saya, agar saya bisa membangun kampung halaman kita,” pintanya yang diaminkan oleh ratusan warga yang hadir, serempak dan penuh harapan.
Sei Bejangkar, kampung yang menyimpan kenangan masa lalu Baharuddin, kini menyaksikan anak desa itu kembali dengan niat tulus. Dua ekor lembu dipotong sebagai simbol rasa syukur yang mendalam, dihidangkan untuk disantap bersama.
Bau lezat daging yang dipanggang di atas arang membaur dengan hawa tanah yang segar setelah hujan, menciptakan suasana hangat dan akrab. Kenduri ini seolah menjadi sebuah perayaan yang tak hanya membangkitkan kebersamaan, tetapi juga merajut impian masa depan yang lebih baik.
Di tengah kerumunan, tampaklah para ibu yang membawa serta anak-anak yatim piatu, lansia, dan kaum duafa. Pasangan Baharuddin-Syafrizal, dengan lembut dan penuh perhatian, memberikan santunan kepada mereka.
“Ini bukan sekadar simbol,” kata Baharuddin, “ini adalah wujud komitmen kami untuk selalu peduli kepada sesama, khususnya yang membutuhkan.” Ucapnya.
Kepedulian itu terasa nyata, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi dalam setiap langkah dan pandangannya yang seolah berkata bahwa ia benar-benar ingin hadir sebagai pemimpin yang mendengarkan dan melayani.
Masyarakat pun tidak hanya melihatnya sebagai calon pemimpin, tetapi sebagai tetangga, sahabat, dan keluarga yang tumbuh bersama mereka. Kenduri ini membawa Baharuddin semakin dekat di hati warga, menghapus sekat formalitas politik.
Kehadirannya yang hangat, ramah, dan tidak berjarak membuat warga merasa Baharuddin adalah harapan baru yang mampu menghidupkan kembali semangat pembangunan di kampung halaman mereka.
“Bahar itu anak kampung ini,” ucap seorang warga. “Ia tahu apa yang kita butuhkan karena dia berasal dari sini.” Ucap mereka.
Di ujung acara, ketika malam mulai turun perlahan, Baharuddin masih menyempatkan diri berbincang dengan warga. Suasana penuh keakraban melingkupi mereka, seperti pertemuan keluarga besar yang lama tak bersua.
“Siang ini adalah dimana hari yang penuh berkah,” ujar seorang warga dengan senyum. “Semoga Bahar membawa perubahan besar bagi kampung kita.” Harapnya.
Kenduri kampung di Sei Bejangkar ini bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah cerita tentang pulangnya seorang anak desa yang membawa mimpi besar untuk memajukan tanah kelahirannya.
Baharuddin, dengan kerendahan hati dan komitmennya, bukan hanya membangun relasi dengan warga, tetapi juga membangun sebuah ikatan batin yang kuat. Dalam hati setiap warga, ada harapan yang menyala—seperti lentera yang menerangi jalan, menuntun mereka menuju masa depan yang lebih cerah di bawah kepemimpinan Baharuddin.
Di bawah langit mendung dan hujan gerimis penuh makna, suara doa-doa masih terdengar pelan, meresap ke dalam angin. Harapan terus mengalir, bersama doa yang dipanjatkan di desa kecil ini, untuk seorang anak desa yang kini siap memikul amanah besar, demi kampung halamannya yang tercinta. (Red).