BATU BARA, Bundarantimes.com – Debt Colector dari PT ACC Medan mencoba mengambil mobil Grand Max dengan Nomor Plat BK 9546 EG, alasan leasing tersebut mengambil karena telah tertunggak selama 3 bulan, Sabtu (27/08/2022).
Rahman Krisna (43) menanyakan indentitas mereka yang termasuk dalam, surat tugas, sertifikat Debt Colector, dan surat keputusan pengadilan terhadap penyitaan mobil. Namun mereka tidak dapat menunjukkannya.
” Saya pertanyakan kepihak Debt Collector atas nama petugas Lambok Siregar yang mengatasnamakan pihak ketiga dari PT PUTRA ANDESAN JAYA (PAJ) tentang alasan untuk melakukan penarikan mobil minibus dengan merk Grand Max nopol BK 9546 EG atas nama orang rumah saya Fatimah Zurah Pos-pos. Namun si Lambok cuma berdalih semua surat-surat nya ada termasuk keputusan pengadilan terhadap keputusan penarikan Mobil minibus bus Grand Max dari pangadilan, tapi anehnya surat keputusan dari pengadilan tidak dapat mereka (Debt Collector) tunjukkan kepada saya.”
Lanjutnya lagi, ” Saya akan laporkan ini ke pihak penegak hukum atas upaya perampasan dengan tindakan kekerasan sesuai bukti dari rekaman CCTV milik saya, tentu ini akan menguatkan atas saksi dan korban kekerasan yang dialami anggota kerja saya yang bernama Fuji saat kunci mobil akan dirampas oleh Debt Collector. ” Pungkas nya.
Padahal menurut Rahman Krisna bahwa untuk pelunasan mobil jenis Grand Max tersebut sudah ada upaya pelunasan yang sebelumnya sudah ada menghubungi pihak leasing PT ACC.
” Percobaan perampasan ini sudah dua kali terjadi, yang pertama pihak Debt Collector mendatangi kedai usaha perabot saya untuk membeli barang dan minta diantar ke daerah luar kota Simalungun Batu 8, tapi saya sudah curiga bahwa konsumen yang membeli barang saya adalah Debt Collector, dan ternyata itu benar adanya bang.” Ungkap Krisna kepada awak media ini.
Menurut keputusan MK yang menegaskan tentang Leasing yang tidak bisa mengambil paksa kendaraan bila Debitur melakukan perlawanan.
Kreditur dapat melaporkan debt collector ke polisi, kemudian dapat juga dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), YLKI, dan AFPI terutama dalam melaporkan debt collector ke polisi dengan sangkaan atas perbuatan Debt Collector dengan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP.